PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1998
TENTANG
TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI
PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25
ayat (5) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa, dipandang perlu untuk mengatur tata cara penjualan barang sitaan yang
dikecualikan dari penjualan secara lelang dalam rangka penagihan pajak dengan
surat paksa dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
1998 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3725);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENJUALAN
BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud
dengan:
1.
Barang adalah tiap benda atau hak
yang dapat dijadikan objek sita;
2.
Deposito berjangka adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
antara penyimpan dan bank yang bersangkutan;
3.
Giro adalah simpanan yang dapat
digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan;
4.
Tabungan adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu;
5.
Obligasi adalah surat utang
berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup
pembiayaan perusahaan.
BAB II
JENIS BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN
SECARA LELANG
Pasal 2
Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan
secara lelang berupa:
a.
uang tunai;
b.
kekayaan Penanggung Pajak yang
tersimpan pada bank seperti deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
giro atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
c.
obligasi, saham atau surat
berharga lainnya;
d.
piutang; dan
e.
penyertaan modal.
Pasal 3
(1)
Apabila Penanggung Pajak tidak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat
belas) hari terhitung sejak penyitaan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Pejabat dapat menjual, menggunakan dan atau memindahbukukan barang sitaan
untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(2)
Penanggung Pajak dapat mengajukan
permohonan kepada Pejabat untuk menggunakan barang sitaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak, sebelum
Pejabat menjual, menggunakan dan atau memindahbukukan barang sitaan tersebut
untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
Pasal 4
(1)
Penjualan, penggunaan, dan atau
pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a.
uang tunai disetor ke Kas Negara
atau ke Kas Daerah;
b.
deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
dipindahbukuan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat
kepada bank yang bersangkutan;
c.
obligasi, saham atau surat
berharga lainnya:
1)
yang diperdagangkan di bursa efek,
dijual oleh Pejabat melalui bursa efek sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
dan
2)
yang tidak diperdagangkan di bursa
efek langsung dijual oleh Pejabat;
d.
piutang yang hak menagihnya
beralih kepada Pejabat berdasarkan berita acara persetujuan pengalihan hak, dijual
oleh Pejabat;
e.
penyertaan modal pada perusahaan
lain yang penguasaannya beralih kepada Pejabat berdasarkan akte persetujuan
pengalihan hak, dijual oleh Pejabat.
(2)
Hasil penjualan barang sitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d dan huruf e disetor ke Kas
Negara atau Kas Daerah.
(3)
Penjualan atas barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e diikuti dengan pembuatan
berita acara pengalihan hak dari Pejabat kepada pembeli yang fungsinya
dipersamakan dengan Risalah Lelang.
Pasal 5
(1)
Pejabat dan Juru sita Pajak
dilarang membeli barang sitaan baik untuk diri sendiri maupun atas kuasa pihak
lain.
(2)
Larangan terhadap Pejabat dan Juru
sita Pajak untuk membeli barang sitaan, berlaku juga terhadap istri, suami,
keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi
pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 7 Januari 1998
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 7 Januari 1998
MENTERI
NEGARA/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar