BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Berikut in
penulis paparkan beberapa definisi mengenai insentif yang dikemukkan para
pakar:
1.
Menurut
Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984 : 1) : Insentif adalah pengupahan yang memberikan imbalan
yang berbeda karena memang prestasi yang berbeda. Dua orang dengan
jabatan yang sama dapat menerima insentif yang berbeda karena bergantung pada
prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada karyawan
sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut.
Insentif merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar
yang di berikan perusahaan kepada karyawan.
2.
Menurut
Nitisemito (1996:165), insentif adalah penghasilan tambahan yang akan diberikan kepada para
karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang telah ditetapkan.
3.
|
4.
Sarwoto (2001 : 144) di dalam bukunya mendefinisikan
insentif sebagai berikut :
“Insentif sebagai sarana motivasi, dapat diberi batasan perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi”.[1]
“Insentif sebagai sarana motivasi, dapat diberi batasan perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi”.[1]
5.
Menurut
Gary Dessler (1997 : 141), jenis rencana insentif secara umum adalah:
1.
Program
insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji pokok kepada
karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik.
Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas prestasi
yang belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang lama
yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu.
2.
Program
insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun memberi upah
lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau tim
secara kolektif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktivitas atau
perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.
3.
Rencana
pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh organisasi
yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba organisasi dalam
satu periode khusus.
4.
Program
pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh organisasi
yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan dalam
produktivitas organisasi.
Selain
itu beberapa ahli memberikan pengertian insentif sebagai berikut :
1.
M. Manullang
Insentif
merupakan sarana motivasi atau sarana yang menimbulkan dorongan.
2.
A.H. Maslow
Insentif
merupakan kebutuhan manusia tingkat yang pertama. Dimana insentif ini sering
diartikan sebagai bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang, sedang
uang itu sendiri termasuk kepada kebutuhan fisiologi manusia.
3.
Andrew E. Sokula
"An
incentives may be thought of as something that incites or has a tendency to
incite action, incentive are motives and inducements design to enhance or
improve production."
4.
Cascio
"Incentive
are variable reward, granted to individualy or groups that recognize
differences in acheiving remits. They are designed to stimulate or motivate
greater employee efort and productivity."
5.
Drs. Hedjrachman R. dan Suad Husnan
Upah
insentif sebenarnya merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam
bentuk uang.
Dari pendapat-pendapat diatas maka pengertian
insentif dapat disimpulkan sebagai berikut: Insentif adalah bentuk balas jasa
bersifat variabel (tidak tetap) yang diberikan kepada karyawan berdasarkan
usaha dan kerja karyawan itu sendiri, pemberiannya tergantung pada prestasi
kerja standar/target yang telah ditetapkan dan bertujuan untuk menimbulkan
motivasi dalam diri karyawan yang pada akhirnya akan melakukan tindakan atau
pengembangan sikap kerja ke arah yang lebih baik, sehingga tercapai hubungan
timbal balik antara pekerja dan majikan.[2]
2.2.1. Tujuan Pemberian Insentif :
Fungsi utama dari insentif adalah
untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin
bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan tujuan utama pemberian insentif
adalah
untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean,
2002 : 93).
Secara
lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:
1.
Bagi
Perusahaan.
Tujuan
dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan produksi adalah
untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong/merangsang
agar karyawan :
1.
Bekerja
lebih bersemangat dan cepat.
3.
Bekerja
lebih kreatif.
4.
Bagi
Karyawan
Dengan
adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan :
1.
Standar
prestasi dapat diukur secara kuantitatif.
2.
Standar
prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur
dalam bentuk uang.
3.
Karyawan
harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.
1.Jenis/Tipe Insentif :
Menurut Manullang (1981:141), tipe
insentif ada dua yaitu:
1.
Finansial
insentif
Merupakan
dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang pantas.
Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan jaminan hari
tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.
2.
Non
finansial insentif.
Ada
2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu :
1.
Keadaan
pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan rekan
kerja.
2.
Sikap
pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan pekerjaan,
promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan.
1. Proses pemberian insentif :
Menurut Harsono (1987 : 85) proses
pemberian insentif dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Proses
Pemberian Insentif berdasarkan kelompok
2.
Proses
Pemberian Insentif berdasarkan perorangan
Rencana insentif individu bertujuan
untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang
dapat mencapai standar prestasi tertentu. Sedangkan insentif akan diberikan
kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang telah
ditetapkan (Panggabean, 2002 :90-91).
Menurut Oangabean (2002:91) Pemberian
insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:
1.
Seluruh
anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka yang
paling tinggi prestasi kerjanya.
2.
Semua
anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima
oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
3.
Semua
anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima
oleh kelompok.
Menurut Dessler (1997:154-157),
insentif juga dapat diberikan kepada seluruh organisasi, tidak hanya
berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif seluruh
organisasi ini antara lain terdiri dari:
1.
Profit
sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan berbagi laba
perusahaan
2.
Rencana
kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh perusahaan
dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri kepada orang
kepercayaan di mana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang
kepercayaan mendistribusikan stock kepada karyawan yang mengundurkan diri
(pensiun) atau yang terpisah dari layanan.
3.
Rencana
Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937 oleh
Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama, keterlibatan dan
berbagai tunjangan.
4.
Sgainsharing
plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha
bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan pembagian perolehan.
1. Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan
dari pemberian insentif
Menurut
Panggabean (2002:92) syarat tersebut adalah:
1.
Sederhana,
peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat dimengerti.
2.
Spesifik,
karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka
lakukan.
3.
Dapat
dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh
sesuatu.
4.
Dapat
diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana
insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan terhambat),
jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan.
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan
Suad Husnan (1990 : 163) sifat dasar pengupahan agar proses pemberian insentif
berhasil:
1.
Pembayaran
hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh karyawan itu
sendiri.
2.
Penghasilan
yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.
3.
Pembayaran
dilakukan secepat mungkin.
4.
Standar
kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi maupun
rendah dapat berakibat buruk.
5.
Besarnya
upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang pekerja untuk
bekerja lebih giat.[3]
2.2. Tentang Motivasi
Kata motif
seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan
suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di
dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Tidak bisa dipungkiri, setiap
tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Motivasi didefinisikan sebagai “
suatu kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak
hati dalam diri seseorang “ (Paul Hersey & Kenneth Blanchard, 1990 :
16).
Sejalan dengan pengertian ini, menurut Walgito (2002). Motif
berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau tomove yang berarti kekuatan dalam diri
organisme yang mendorong untuk berbuat (driving
force). Motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait
dengan faktor lain yang disebut dengan motivasi. Menurut Caplin (1993) motif adalah
suatau keadaan ketegangan didalam individu yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah
laku menuju pada tujuan atau sasaran.
Motif juga
dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang mendorong individu untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi
disekitarnya (Woodworth dan Marques dalam Mustaqim, 1991).
Sedangkan menurut
Koontz dalam Moekjizat (1984) motif adalah suatu keadaan dari dalam yang
memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau
menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan tertentu.
Menurut
Gunarsa (2003) terdapat dua motif dasar yang menggerakkan perilaku seseorang,
yaitu motif biologis yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
hidup dan motif sosial yang berhubungan dengan kebutuhan sosial. Sementara
Maslow A.H. menggolongkan tingkat motif menjadi enam, yaitu: kebutuhan fisik,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan seks, kebutuhan
akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (dalam Mahmud, 1990).
Terlepas
dari beberapa definisi tentang motif diatas, tentu kita dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa motif adalah suatu dorongan dari dalam diri individu yang
mengarahkan pada suatu aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu pula. Sementara
itu motivasi didefinisikan oleh MC. DOnald (dalam Hamalik, 1992) sebagai suatu
perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya
afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur yang
berkaitan dengan motivasi yaitu:
1.
Motif
dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya
perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
2.
Motif
ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya karena
amin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
amin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3.
Motif
ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri
individu yang mendorong individu untuk bertindak. latihan atau kegiatan lainnya yang menimbulkan suatu perubahan secara kognitif, afektif dan psikomotorik pada individu yang bersangkutan.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri
individu yang mendorong individu untuk bertindak. latihan atau kegiatan lainnya yang menimbulkan suatu perubahan secara kognitif, afektif dan psikomotorik pada individu yang bersangkutan.
2.2.1.
Pengertian motivasi
1.
Menurut Wexley & Yukl adalah
pemberian atau penimbulan motif , dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi
motif.
2.
Menurut Mitchell motivasi mewakili
proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan
terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan
tertentu.
3.
Gray lebih suka menyebut pengertian
motivasi sebagai sejumlah proses, yang bersifat internal , atau eksternal bagi
seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi,
dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
4.
Morgan mengemukakan bahwa motivasi
bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi.
Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah laku
yang di dorong oleh keadaan tersebut, dan tujuan dari pada tingkah laku
tersebut.
5.
McDonald memilih pengertian
motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh
dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah
kompleks dalam organisasi , karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota
organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap
anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan
berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.
6.
Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes,
menerangkan bahwa pengertian motivasi adalah tingkat usaha yang dilakukan oleh
seseorang yang mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan kerja dan
perfoman pekerjaan.
7.
T. Hani Handoko mengemukakan bahwa
motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan .
8.
A. Anwar Prabu Mangkunegara,
memberikan pengertian motivasi dengan kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan dengan lingkungan kerja.
9.
H. Hadari Nawawi mendefinisikan
motivasi sebagai suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang
melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.
10.
Henry Simamora, pengertian motivasi
menurutnya adalah Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu
akan menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan
atau hasil yang dikehendaki.
11.
Soemanto secara umum mendefinisikan motivasi
sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan,
kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi
tingkah laku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
12.
Menurut Wayne F. Cascio ( dala Umar
Husen: 37) motivasi adalah “ a force that
results from individual’s desire it satify there needs” atau sependapat
engan asumsi diatas, ‘ menurut Gibson ( dalam Keban: 195: 20)motivasi merupakan
suatu kebutuhn (needs) yang berhubungan dengan kekurangan yang dialami oleh
seseorang pada waktu tertentu.
Dari pengertian-pengertian motivasi diatas maka
dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang
mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau
kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya.[4]
2.2.2.
Kritikan Terhadap Pendapat Tentang
Motivasi
Ramai ahli
psikologi yang menyatakan bahawa, apabila sesuatu matlamat sudah tercapai,
ianya tidaklah berfungsi lagi sebagai pemotivasi. Ini kerana, bila yang
diinginkan sudah tercapai, ia akan berpuas hati dan tidak lagi menjadi
perangsang kepadanya; ianya tidak lagi menjadi sesuatu yang mendorong atau
memotivasikan dirinya untuk terus berusaha mendapatkannya. Pusat Latihan Telekom di
Kundasang, Ranau, Sabah, Malaysia:
“Saya kurang bersetuju dengan
pendapat ini. Sesuatu yang dahulunya menjadi pemotivasi, sebelum kita miliki,
sebenarnya tetap berperanan sebagai pemotivasi. Motivasi seseorang terhadap
perkara itu akan berubah kepada keperluan untuk memastikan apa yang dimiliki
itu kekal atau lama dimilikinya. Misalnya, seorang ahli politik yang
bercita-cita nak jadi menteri; cita-cita tercapai; ia dilantik sebagai menteri.
Apakah apabila sudah jadi menteri, menjadi kekal sebagai menteri tidak lagi
menjadi pemotivasinya? Kalau menteri itu lupa akan kepentingan untuk terus kekal
sebagai menteri, besar kemungkinan perdana menteri atau presiden akan menggugurkannya
pada rombakan atau pembentukan kabinet yang akan datang. Mungkin juga dalam
pilihanraya akan datang, rakyat tidak akan mengundinya lagi. Malah jika
majoriti wakil-wakil rakyatnya lupa akan kepentingan memotivasinya diri mereka
untuk terus menjadi pilihan rakyat, pertukaran kerajaan akan pula mengambil
alih”. Jadi, pendapat yang mengatakan "a satisfied need doesn't motivate",
boleh dipertikaikan. A satisfied need, in
actuality still has its motivational functions. The motivational functions
shall be: to nurture and sustain what is or are being possessed or hold.
Dari
defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya defenisi di atas
mempunyai pengertian yang sama, yaitu semuanya mengandung unsur dorongan dan
keinginan. Dengan demikian maka
dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang
dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan, namun dalam
penerapannya nanti, penggunaan masing-
masing unsur tersebut adalah berbeda untuk setiap karyawan. Sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.
masing unsur tersebut adalah berbeda untuk setiap karyawan. Sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.
Selanjutnya
Konsep motivasi menurut Stephen P. Robbins adalah : “Kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan
individual “ (Robbins, 1996 : 198). Menurut Reksohadiprodjo (1999 : 50),
pengertian motivasi adalah sebagai berikut : “Motivasi adalah menyangkut soal
perilaku manusia dan merupakan elemen vital di dalam manajemen. Motivasi
berasal dari kata ‘motive’ (Ind. Motif), yaitu segala sesuatu yang membuat
seseorang bertingkah laku tertentu atau paling tidak berkeinginan untuk
bersikap tertentu”.
Kebutuhan pegawai atau individu
dalam organisasi adalah kebutuhan yang ada
pada individu pegawai baik kebutuhan
fisik maupun psikis. Maslow (2004:50) berpendapat bahwa pada hakikatnya dalam
diri semua manusia terdapat lima jenjang kebutuhan yang meliputi : Motivasi
dapat dikatakan sebagai "Keinginan untuk melakukan sesuatu karena adanya
dorongan dan tekanan akibat dari kebutuhan yang tidak terpuaskan.
Proses
motivasi berawal dari adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi
sehingga menciptakan ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan
dalam diri seseorang. Dorongan-dorongan ini menimbulkan upaya
pencarian guna memenuhi atau memuaskan kebutuhan, pada akhirnya
tekanan yang dirasakan menurun. Pada saat tekanan menurun, maka
motivasi juga menurun. Karena itu, tekanan-tekanan yang proporsional
harus dilakukan secara kontinyu agar dorongan untuk bertindak selalu
hidup dalam diri seseoran.
sehingga menciptakan ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan
dalam diri seseorang. Dorongan-dorongan ini menimbulkan upaya
pencarian guna memenuhi atau memuaskan kebutuhan, pada akhirnya
tekanan yang dirasakan menurun. Pada saat tekanan menurun, maka
motivasi juga menurun. Karena itu, tekanan-tekanan yang proporsional
harus dilakukan secara kontinyu agar dorongan untuk bertindak selalu
hidup dalam diri seseoran.
Secara
individual, upaya motivasi bisa dilakuan melalui upaya-upaya
mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri. Namun, ada kalanya
kesadaran untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri seseorang,
karena itu diperlukan motivasi eksternal yang bisa berasal dari
atasa, keluarga, rekan sejawat, guru dan lainnya.
mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri. Namun, ada kalanya
kesadaran untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri seseorang,
karena itu diperlukan motivasi eksternal yang bisa berasal dari
atasa, keluarga, rekan sejawat, guru dan lainnya.
Teori
motivasi dipengaruhi oleh budaya dimana seseorang bertempat
tinggal dan berinteraksi. Karena itu, dalam sebuah organisasi atau
perusahaan perlukan adanya penciptaan budaya kerja yang bersifat
universal, bisa diterima dan dijalankan oleh anggota organisasi atau
karyawan. Ada kalanya beberapa organisasi atau perusahaan menciptakan
budaya kerja yang benar-benar baru, dan ada pula yang mengadopsi
budaya yang sudah ada dalam masyarakat yang di sesuaikan dengan
tujuan dan kebijakan organisasi atau perusahaan.[5]
tinggal dan berinteraksi. Karena itu, dalam sebuah organisasi atau
perusahaan perlukan adanya penciptaan budaya kerja yang bersifat
universal, bisa diterima dan dijalankan oleh anggota organisasi atau
karyawan. Ada kalanya beberapa organisasi atau perusahaan menciptakan
budaya kerja yang benar-benar baru, dan ada pula yang mengadopsi
budaya yang sudah ada dalam masyarakat yang di sesuaikan dengan
tujuan dan kebijakan organisasi atau perusahaan.[5]
1.
Badaya
Organisasi
2.3.1. Pengertian Budaya Organisasi
adalah sebuah sistem
makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi
dari organisasi-organisasi lainnya.Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik
kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya
organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak
terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap
deskriptif, bukan seperti kepuasan
kerja yang
lebih bersifat evaluatif.
Penelitian
mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang
organisasi mereka
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.
2.3.2. Asal
muasal budaya organisasi
Kebiasaan, tradisi,
dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi
saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan
seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah
pada sumber tertinggi budaya
sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional,
pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya
awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena
kebiasaan atau ideologi
sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh
memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh
anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama,
pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan
yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi
dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir,
perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan
untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai,
dan asumsi
pendiri tersebut.[4]
Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai
faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian
para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
1.
Karakteristik budaya organisasi
Penelitian menunjukkan bahwa ada
tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya
organisasi
1.
Inovasi
dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan
berani mengambil risiko.
2.
Perhatian
pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
3.
Orientasi
hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.
Orientasi
orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang
ada di dalam organisasi.
5.
Orientasi
tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada
indvidu-individu.
7.
Stabilitas.
Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
1.
Nilai dominan dan subbudaya organisasi
Budaya
organisasi mewakili sebuah persepsi
yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah
sebuah sistem makna bersama.[6]
Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu
yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak
sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang
serupa.
Sebagian
besar organisasi memiliki budaya
dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai
inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi[7].
Ketika berbicara tentang budaya
sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah
pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian
tersendiri dalam organisasi. Subbudaya
cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah,
situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya
mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan
yang unik.
Jika
organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak
subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen
akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran
mengenai apa yang merupakan perilaku
semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya
inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk
perilaku. Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa
budaya Microsoft
menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan
informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan
karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak
organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku
anggotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar