PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2003
TENTANG
TARIF ATAS JENIS
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA
DEPARTEMEN KEUANGAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997
tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, dipandang perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Departemen Keuangan;
|
||
Mengingat
|
:
|
1.
Pasal 5
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 64);
3.
Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
4.
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
5.
Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3987);
6.
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3687);
7.
Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152);
8.
Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3760);
9.
Peraturan
Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4049);
MEMUTUSKAN :
|
||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG
BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEUANGAN.
|
||
|
|
Pasal 1
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Departemen Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II A
Angka (5) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 2
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.
Pasal 3
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
mempunyai tarif dalam bentuk satuan rupiah, dollar Amerika Serikat dan
persentase.
Pasal 4
|
||
|
|
(1)
|
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan untuk:
a. Penerimaan dari penjualan saham bagian Pemerintah ditetapkan
berdasarkan persetujuan penawaran antara Pemerintah dan pembeli saham;
b. Penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara
ditetapkan sekali dalam setahun;
c. Besarnya penerimaan kembali pinjaman yang disetorkan oleh Pemerintah
ke Rekening Bendahara Umum Negara didasarkan pada pengembalian
pinjaman yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun oleh Pemerintah,
dengan memperhatikan realisasi angsuran pokok, bunga dan biaya lainnya
menurut perjanjian pinjaman yang berlaku serta realisasi pemberian pinjaman
dan biaya lain yang terkait dengan pengelolaan pinjaman;
d. Penerimaan yang berasal dari laba bersih minyak ditetapkan berdasarkan
laporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor yang berwenang kepada
Menteri Keuangan;
e. Penerimaan bagian Pemerintah dari Annual Fee PT Inalum ditetapkan
berdasarkan Master Agreement antara Pemerintah Indonesia dengan para
investor Jepang, yang penetapan besarannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
f. Penerimaan dari Pungutan Ekspor ditetapkan dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri.
|
|
|
|
(2)
|
Tarif
atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pengawas
Pasar Modal untuk sanksi administratif berupa denda ditetapkan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang Pasar Modal.
|
|
|
|
(3)
|
Tarif
atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Direktorat
Jenderal Pajak untuk:
a. Penerimaan dari Pengumuman Lelang, Pengumuman Pembatalan Lelang, dan
Jasa Penilai dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa ditetapkan
sesuai dengan tarif yang berlaku pada media setempat dan biaya jasa penilai
yang berlaku;
b. Penerimaan dari penjualan barang sitaan melalui lelang dalam rangka
tambahan biaya penagihan pajak ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari pokok
lelang per penjualan;
c. Penerimaan dari Penjualan barang sitaan tidak melalui lelang
dalam rangka tambahan biaya penagihan pajak ditetapkan sebesar 1% (satu
persen) dari hasil penjualan.
|
|
|
|
(4)
|
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk:
a. Penerimaan dari Pengumuman Lelang dan Pengumuman Pembatalan Lelang
sesuai dengan tarif yang berlaku pada media setempat;
b. Penerimaan dari biaya pencacahan barang lelang ditetapkan sebesar 2,5%
(dua setengah persen) dari harga lelang untuk setiap penjualan lelang;
c. Penerimaan dari jasa pemusnahan barang kena cukai/perusakan pita cukai
ditetapkan sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai cukai untuk setiap
pelaksanaan.
|
|
|
|
(5)
|
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara untuk:
a. Penerimaan dari Biaya Lelang pada Bea Lelang Eksekusi yang berasal
dari penjual ditetapkan sebesar 1% (satu persen) per 1 (satu) frekuensi
lelang;
b. Penerimaan dari Biaya Lelang pada Bea Lelang Eksekusi yang berasal
dari pembeli ditetapkan sebesar 1% (satu persen) per 1 (satu) frekuensi
lelang;
c. Penerimaan dari Biaya Lelang pada Bea Lelang Non Eksekusi yang berasal
dari pembeli ditetapkan sebesar 1% (satu persen) per 1 (satu) frekuensi
lelang;
d. Penerimaan dari Bea Lelang pada lelang yang dilaksanakan oleh Balai
Lelang di luar Kawasan Berikat/Gudang Berikat (Bonded Zone/Bonded
Warehouse) atau kawasan lain yang dipersamakan yang berasal dari Penjual
ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) per 1 (satu) frekuensi lelang;
e. Penerimaan dari Bea Lelang pada lelang yang dilaksanakan oleh Balai
Lelang di dalam Kawasan Berikat/Gudang Berikat (Bonded Zone/Bonded
Warehouse) atau kawasan lain yang dipersamakan yang berasal dari Penjual
ditetapkan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) per 1 (satu) frekuensi lelang;
f. Penerimaan dari Bea Lelang pada lelang yang dilaksanakan oleh Balai
Lelang yang berasal dari Pembeli ditetapkan sebesar 0% (nol persen) per 1
(satu) frekuensi lelang;
g. Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk
pelunasan hutang yang dilakukan sebelum Surat Penerimaan Pengurusan Piutang
Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 0% (nol persen) per Berkas Kasus
Piutang Negara;
h. Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk
pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan mulai
tanggal Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan
sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang wajib dilunasi per Berkas Kasus
Piutang Negara;
i. Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk
pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan
sejak Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan
sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi per
Berkas Kasus Piutang Negara;
j. Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk
penarikan Pengurusan Piutang Negara ditetapkan sebesar 2,5% (dua setengah
persen) dari sisa hutang yang wajib diselesaikan per Berkas Kasus Piutang
Negara.
|
|
|
|
(6)
|
Ketentuan mengenai tipe-tipe mess di lingkungan Direktorat Jenderal
Anggaran sebagaimana dimaksud dalam angka VI Lampiran Peraturan Pemerintah
ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
|
|
|
|
Pasal 5
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup
dalam Peraturan Pemerintah ini akan disusulkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini dan pencantuman-nya dilakukan
dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Juli 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 95. |
||||
|
||||
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2003
TENTANG
TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEUANGAN
UMUM
Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara
Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan
Pajak pada Departemen Keuangan sebagai salah satu sumber penerimaan Negara
perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
Sehubungan dengan maksud ini dan untuk memenuhi
ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak, perlu ditetapkan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Departemen Keuangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
PASAL DEMI PASAL
|
||||
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Pasal 3
Cukup
jelas
Pasal 4
Ayat
(1)
Butir a
Butir b
|
Pengertian
Kas Negara adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Penjualan saham bagian Pemerintah atau privatisasi adalah pengalihan
atau penyerahan sebagian kontrol atas sebuah Badan Usaha Milik Negara kepada
swasta melalui cara penawaran umum, penjualan saham secara langsung kepada
mitra strategis, penjualan saham perusahaan kepada karyawan, dan atau
cara-cara lain yang dipandang tepat.
Penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba Badan
Usaha Milik Negara dalam bentuk :
|
|||
|
1)
|
Deviden dari Perusahaan Persero atau Perseroan Terbatas besarnya
ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
|
||
|
2)
|
Dana Pembangunan Semesta (DPS) dari Perusahaan Umum (Perum) besarnya
ditetapkan dalam Pengesahan Laporan Keuangan oleh Menteri Keuangan;
|
||
|
3)
|
Bagian Laba Pemerintah dari Pertamina besarnya ditetapkan dalam Rapat
Dewan Komisaris yang mewakili Pemerintah, selama Pertamina belum disesuaikan
dan beroperasi sebagai Perusahaan Perseroan;
|
||
|
4)
|
Surplus
Bank Indonesia Bagian Pemerintah dari Bank Indonesia besarnya ditetapkan
dalam Rapat Dewan Gubernur.
|
||
Butir c
Cukup jelas
Butir d
Cukup jelas
Butir e
Butir f
Cukup jelas
Ayat
(2)
Cukup jelas
Ayat
(3)
Cukup jelas
Ayat
(4)
Cukup jelas
Ayat
(5)
Cukup jelas
Ayat
(6)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
|
|
Besaran
Penerimaan bagian Pemerintah dari Annual Fee PT Inalum Indonesia
dengan investor untuk Proyek Asahan dan Alumunium terdiri dari Iuran Tetap
sebesar USD 2,600,000.00 (dua juta enam ratus ribu dollar Amerika Serikat)
dan Iuran Tambahan apabila terdapat kenaikan harga maupun produksi
alumunium.
|
||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4313.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar