Rabu, 23 Mei 2012





RANCANGAN







                                           BUPATI  KUDUS


                                             PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
                                           NOMOR       TAHUN

                                            TENTANG


RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS,


Menimbang  :  a.              bahwa  dalam  rangka  melaksanakan  ketentuan  Pasal 156
ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah  dan  Retribusi Daerah,      pemanfaatan  ruang  untuk
menara  telekomunikasi dengan  memperhatikan  aspek  tata
ruang, keamanan, dan  kepentingan  umum  serta  untuk
mendukung  peningkatan  pendapatan  asli daerah, perlu
mengatur Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi;

  b.        bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana  dimaksud
huruf       a,     perlu  membentuk  Peraturan  Daerah  tentang
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi;

Mengingat           :    1.     Undang-Undang            Nomor         13        Tahun          1950         tentang
Pembentukan  Daerah-Daerah  Kabupaten  dalam  Lingkungan
Propinsi Jawa Tengah;

2.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1981
Nomor 76, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Nomor 3209);

3.     Undang-Undang  Nomor 17  Tahun  2003  tentang  Keuangan
Negara  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2003
Nomor 47, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Nomor 4286);


4.     Undang-Undang             Nomor

1        Tahun          2004         tentang

Perbendaharaan             Negara         (Lembaran          Negara        Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);


2




5.     Undang-Undang            Nomor         36        Tahun          1999         tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999  Nomor 124, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia Nomor 3881);

6.     Undang-Undang              Nomor         32        Tahun          2004         tentang
Pemerintahan  Daerah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  2004  Nomor              125,      Tambahan  Lembaran  Negara
Republik  Indonesia  Nomor 4437),  sebagaimana  telah  diubah
beberapa  kali terakhir dengan  Undang-Undang  Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas  Undang-Undang
Nomor      32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor
4844);

7.     Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan  antara  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintahan
Daerah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);

8.     Undang-Undang  Nomor 26  Tahun  2007  tentang  Penataan
Ruang  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2007
Nomor 68, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Nomor 4725);

9.     Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan  Retribusi Daerah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  2009  Nomor              130,      Tambahan  Lembaran  Negara
Republik Indonesia Nomor 5049);

10.  Undang-Undang              Nomor         12        Tahun          2011         tentang
Pembentukan  Peraturan  Perundang-undangan  (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

11.  Peraturan  Pemerintah  Nomor                     27  Tahun  1983  tentang
Pelaksanaan            Undang-Undang             Hukum          Acara        Pidana
(Lembaran  Negara  Republik  Indonesia    Nomor   1983  Nomor
36, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor
3293) sebagaimana  diubah  dengan    Peraturan  Pemerintah
Nomor 58  Tahun  2010  tentang  Perubahan  atas  Peraturan
Pemerintah  Nomor 27  Tahun  1983  tentang  Pelaksanaan
Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  (Lembaran
Negara  Republik  Indonesia    Tahun    2010  Nomor 90,
Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor
5145);

12.  Peraturan  Pemerintah  Nomor                     52  Tahun  2000  tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia  Tahun  2000  Nomor 107, Tambahan  Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

3






13.  Peraturan  Pemerintah  Nomor                   53  Tahun  2000  tentang
Penggunaan Spektrum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun  2000  Nomor              108,      Tambahan  Lembaran  Negara
Republik Indonesia Nomor 3981);

14.  Peraturan  Pemerintah  Nomor 55  Tahun  2005  tentang  Dana
Perimbangan  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
2005  Nomor 137, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia Nomor 4574);

15.  Peraturan  Pemerintah  Nomor                     58  Tahun  2005  tentang
Pengelolaan  Keuangan  Daerah  (Lembaran  Negara  Republik
Indonesia  Tahun  2005  Nomor 140, Tambahan  Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

16.  Peraturan  Pemerintah  Nomor                     79  Tahun  2005  tentang
Pedoman  Pembinaan  dan  Pengawasan  Penyelenggaraan
Pemerintahan  Daerah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  2005  Nomor              165,      Tambahan  Lembaran  Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);

17.  Peraturan  Pemerintah  Nomor                     38  Tahun  2007  tentang
Pembagian          Urusan         Pemerintahan            antara         Pemerintah,
Pemerintahan  Daerah  Provinsi, dan  Pemerintahan  Daerah
Kabupaten/Kota  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  2007  Nomor                87,      Tambahan  Lembaran  Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);

18.  Peraturan  Penerintah  Nomor                      26  tahun  2008  tentang
Penataan  Ruang  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  2008  Nomor                48,      Tambahan  Lembaran  Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);

19.  Peraturan  Pemerintah  Nomor 69  Tahun  2010  tentang  Tata
Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak
Daerah  dan  Retribusi Daerah  (Lembaran  Negara  Republik
Indonesia  Tahun  2010  Nomor 119, Tambahan  Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

20.  Peraturan           Presiden         Nomor        1      Tahun        2007       tentang
Pengesahan, Pengundangan, dan  Penyebarluasan  Peraturan
Perundang-undangan;

21.  Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Nomor
10  Tahun  1987  tentang  Penyidik  Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan  Pemerintah  Kabupaten  Daerah  Tingkat  II  Kudus
(Lembaran  Daerah  Kabupaten  Daerah  Tingkat  II  Kudus
Tahun 1988 Nomor 4);

4




22.  Peraturan  Daerah  Kabupaten  Kudus  Nomor 8  Tahun  2003
tentang  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Kabupaten  Kudus
(Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2003 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 49);

23.  Peraturan  Daerah  Kabupaten  Kudus  Nomor 3  Tahun  2007
tentang          Pokok-Pokok          Pengelolaan           Keuangan          Daerah
(Lembaran  Daerah  Kabupaten  Kudus  Tahun  2007  Nomor 3,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 99);

24.  Peraturan  Daerah  Kabupaten  Kudus  Nomor 3  Tahun  2008
tentang  Urusan  Pemerintahan  yang  Menjadi Kewenangan
Pemerintahan  Daerah  Kabupaten  Kudus  (Lembaran  Daerah
Kabupaten  Kudus  Tahun  2008  Nomor                             3,      Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 106);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS

dan

BUPATI KUDUS

MEMUTUSKAN  :

Menetapkan  :  PERATURAN  DAERAH  TENTANG  RETRIBUSI  PENGENDALIAN
MENARA TELEKOMUNIKASI.

BAB  I

KETENTUAN UMUM

Pasal  1

  Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
  1.        Daerah adalah Kabupaten Kudus.
  2.        Pemerintah  Daerah  adalah  Bupati dan  Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah .
  3.        Bupati adalah Bupati Kudus.
  4.        Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Kudus.
  5.        Telekomunikasi adalah  setiap  pemancaran, pengiriman  dan/
atau  penerimaan  dari setiap  informasi  dalam  tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara  dan  bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

  6.        Penyelenggara            Telekomunikasi

adalah          perseorangan,

koperasi, badan  usaha  milik  daerah,  badan  usaha  milik
negara,       badan  usaha  swasta,                 instansi        pemerintah  dan
pertahanan dan keamanan negara.


5





  7.        Menara  Telekomunikasi adalah  bangunan-bangunan  untuk
kepentingan  umum  yang  didirikan  di atas  tanah, atau
bangunan-bangunan               yang       merupakan           satu        kesatuan
konstruksi dengan  bangunan  gedung  yang  dipergunakan
untuk  kepentingan  umum  yang  struktur fisiknya  dapat
berupa  baja  yang  diikat  oleh  berbagai simpul atau  berupa
bentuk  tunggal tanpa  simpul, dimana  fungsi, desaian  dan
konstruksinya            disesuaikan           sebagai         sarana         penunjang
menempatkan perangkat telekomunikasi.
8.     Menara Telekomunikasi Bersama, yang selanjutnya disingkat
MTB  adalah  Menara  Telekomunikasi yang  penggunaannya
dapat dilakukan oleh lebih dari satu operator.
  9.        Operator adalah  penyelenggara  jasa  dan  /  atau  jaringan

telekomunikasi             yang         mendapat
melakukan kegiatan usahanya.

persetujuan            untuk

  10. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah           Daerah         untuk         tujuan         kepentingan           dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau Badan.
  11. Retribusi Jasa  Umum  adalah  pungutan  daerah  sebagai
pembayaran  atas  jasa  yang  disediakan  atau  diberikan  oleh
Pemerintah           Daerah         untuk         tujuan         kepentingan           dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau Badan.
  12. Retribusi Pengendalian  Menara  Telekomunikasi   selanjutnya
disebut Retribusi adalah  retribusi yang  dikenakan  atas
pemanfaatan  ruang  untuk  menara  telekomunikasi dengan
memperhatikan             aspek         tata        ruang,         keamanan,           dan
kepentingan umum.
  13. Wajib  Retribusi adalah  orang  pribadi  atau  badan  yang

menurut

peraturan

perundang-undangan

retribusi

diwajibkan          untuk         melakukan           pembayaran           retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
  14. Badan  adalah  sekumpulan  orang  dan/atau  modal yang
merupakan  kesatuan, baik  yang  melakukan  usaha  maupun
yang  tidak  melakukan  usaha  yang  meliputi                               perseroan
terbatas, perseroan  komanditer, perseroan  lainnya, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan  nama  dan  dalam  bentuk  apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana  pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi  sosial politik, atau
organisasi        lainnya,       lembaga,       dan  bentuk  badan  lainya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  15. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
SKRD  adalah  surat ketetapan  retribusi yang  menentukan
besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.


6





  16. Surat            Ketetapan  Retribusi              Daerah  Lebih  Bayar                yang
selanjutnya  disingkat                SKRDLB  adalah  surat                 ketetapan
retribusi yang  menentukan  jumlah  kelebihan  pembayaran
retribusi karena  jumlah  kredit  retribusi lebih  besar daripada
retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  17. Surat Tagihan  Retribusi Daerah  yang  selanjutnya  disingkat
STRD  adalah  surat untuk  melakukan  tagihan  retribusi
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
  18. Pemeriksaan  adalah  serangkaian  kegiatan  menghimpun  dan
mengolah          data,         keterangan,            dan/atau            bukti         yang
dilaksanakan  secara  objektif dan  profesional berdasarkan
suatu  standar              pemeriksaan  untuk  menguji                     kepatuhan
pemenuhan  kewajiban  perpajakan  daerah  dan  retribusi
dan/atau  untuk  tujuan  lain  dalam  rangka  melaksanakan
ketentuan           peraturan           perundang-undangan                perpajakan
daerah dan retribusi daerah.
  19. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Penyidik  untuk  mencari serta  mengumpulkan  bukti yang
dengan  bukti itu  membuat terang  tindak  pidana  di bidang
retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
  20. Penyidik  adalah  Pejabat Polisi Republik  Indonesia  atau
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu  yang  diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan  penyidikan.
  21. Penyidik  Pegawai Negeri Sipil adalah  Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu  di Lingkungan  Pemerintah  Daerah  yang  diberi
wewenang  khusus  untuk  melakukan  penyidikan  terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB  II

NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK RETRIBUSI

Pasal  2

  Dengan  nama  Retribusi Pengendalian  Menara  Telekomunikasi
dipungut retribusi sebagai pembayaran  atas  pemanfaatan  ruang
untuk menara telekomunikasi.

Pasal  3

  Objek  Retribusi               adalah  pemanfaatan  ruang  untuk  menara
telekomunikasi           dengan  memperhatikan  aspek  tata  ruang,
keamanan, dan kepentingan umum.

Pasal  4

  Subjek  Retribusi                adalah  orang  pribadi                 atau  badan  yang
memanfaatkan ruang untuk menara telekomunikasi.

7





BAB  III 


GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal  5

  Retribusi          Pengendalian  Menara  Telekomunikasi  digolongkan
sebagai Retribusi Jasa Umum.

BAB  IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal  6

  Tingkat           penggunaan           jasa       diukur         berdasarkan           frekuensi
pelayanan  pengawasan  dan  pengendalian  terhadap  perizinan
menara  telekomunikasi, keadaan  fisik  menara  telekomunikasi,
dan  potensi kemungkinan  timbulnya  gangguan  atas  berdirinya
menara  yang  dilaksanakan  dan  diberikan  oleh  Pemerintah
Daerah. 

BAB  V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal  7

  (1)      Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya
tarif        Retribusi          Pengendalian           Menara         Telekomunikasi
ditetapkan  dengan  memperhatikan  biaya  penyediaan  jasa,
kemampuan  masyarakat, aspek  keadilan, dan  efektivitas
pengendalian atas pelayanan tersebut. 

  (2)      Biaya  Penyediaan  Jasa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)
meliputi biaya  operasi dan  pemeliharaan, biaya  bunga, dan
biaya modal.

BAB  VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal  8

  (1)  Struktur dan  besarnya  tarif ditetapkan  berdasarkan  Nilai
Jual         Objek        Pajak         Bumi        dan        Bangunan           Menara
Telekomunikasi.

  (2)  Struktur dan besarnya tarif retribusi adalah sebesar 2 % (dua
persen)  per tahun  dari Nilai Jual Objek  Pajak  Bumi dan
Bangunan Menara Telekomunikasi.


8





Pasal  9


  (1)      Tarif retribusi  ditinjau  kembali paling  lama  3  (tiga) tahun
sekali.

  (2)      Peninjauan  tarif retribusi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) dilakukan  dengan  memperhatikan  indeks  harga  dan
perkembangan perekonomian.

  (3)      Penetapan  tarif retribusi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB  VII

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal  10

  Retribusi  yang terutang dipungut di wilayah Daerah.

BAB  VIII

SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal  11

  Saat retribusi terutang  adalah  pada  saat ditetapkannya  SKRD
atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB  IX

PEMUNGUTAN RETRIBUSI

Pasal 12

  (1)      Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

  (2)      Retribusi         dipungut         dengan  menggunakan  SKRD  atau
dokumen lain yang dipersamakan.

  (3)      Dokumen  lain  yang  dipersamakan  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat (2) dapat  berupa  karcis,  kupon, dan  kartu
langganan.

  (4)      Tata  cara  pemungutan  retribusi diatur lebih  lanjut oleh
Bupati.


9





BAB  X


PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN,
ANGSURAN, DAN PENAGIHAN PEMBAYARAN

Pasal  13

  (1)      Pembayaran retribusi terutang dilakukan secara tunai/lunas.

  (2)      Retribusi terutang dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak  diterbitkannya  SKRD  atau  dokumen  lain  yang
dipersamakan.

  (3)      Tata  cara  pembayaran  dan  penyetoran  diatur lebih  lanjut
oleh Bupati.

Pasal  14

  (1)      Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
diberikan tanda bukti pembayaran.

  (2)      Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

  (3)      Bentuk,        isi,     kualitas,        ukuran  buku,             dan  tanda  bukti
pembayaran retribusi  diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal  15

  (1)      Retribusi dibayarkan pada kas daerah atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Bupati.

  (2)      Selain  pada  kas  daerah  atau  bank  yang  ditunjuk
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1), pembayaran  retribusi
dapat       dilakukan  pada  Bendaharawan  Penerimaan  atau
petugas  yang  ditunjuk  pada  Satuan  Kerja  Perangkat Daerah
yang  membidangi pelayanan  pendaftaran  penduduk  dan
pencatatan sipil.

Pasal  16

  (1)      Dalam hal Wajib Retribusi tidak dapat membayar tepat pada
waktunya  atau  kurang  membayar,  dapat                                mengajukan
permohonan  angsuran  atau  penundaan  pembayaran  kepada
Bupati.

  (2)      Permohonan           angsuran           atau         penundaan           pembayaran
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) harus  menyebutkan
alasan yang jelas.


10




BAB  XI

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal  17

  (1)      Dalam  hal Wajib  Retribusi tidak  membayar tepat waktunya
atau  kurang  membayar, dikenakan  sanksi administrasi atau
bunga  sebesar 2 %  (dua  persen)  setiap  bulan    dari besarnya
retribusi yang  terutang  yang  tidak  atau  kurang  dibayar dan
ditagih dengan menggunakan STRD.

  (2)      Penagihan  Retribusi terutang  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.

BAB  XII

PENAGIHAN RETRIBUSI

Pasal  18

  (1)      Penagihan  retribusi terutang  yang  tidak  atau  kurang  bayar
dilakukan dengan menggunakan STRD.

(2)   Penagihan  Retribusi terutang  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.

(3)   Pengeluaran  Surat               Teguran/Peringatan/Surat                  lain  yang
sejenis sebagi tindakan awal pelaksanaan penagihan retribusi
dikeluarkan setelah 14 (empat belas) hari sejak tanggal jatuh
tempo pembayaran. 

(4)   Dalam  jangka  waktu  7  (tujuh)  hari setelah  tanggal Surat
Teguran/Peringatan/Surat lain  yang  sejenis, wajib  retribusi
harus melunasi retribusi yang terutang.


(5)   Surat

Teguran/Peringatan/Surat

lain         yang         sejenis

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dikeluarkan  oleh
pejabat yang ditunjuk. 

Pasal  19

  Tata          cara        penagihan          dan        penerbitan          Surat         Teguran/
Peringatan/Surat lain  yang  sejenis  diatur dengan  Peraturan
Bupati.

BAB  XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal  20

  (1)      Atas  kelebihan  pembayaran  Retribusi,  Wajib  Retribusi dapat
mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.


11






  (2)      Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak

diterimanya

permohonan

pengembalian

kelebihan

pembayaran  Retribusi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1),
harus memberikan keputusan.

  (3)      Apabila  jangka  waktu  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (2)
telah  dilampaui             dan  Bupati  tidak  memberikan  suatu
keputusan, permohonan  pengembalian  pembayaran  Pajak
atau  Retribusi dianggap  dikabulkan  dan  SKPDLB  atau
SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.

  (4)      Apabila  Wajib  Retribusi mempunyai  utang  Retribusi lainnya,
kelebihan  pembayaran  Retribusi                     sebagaimana  dimaksud
pada  ayat (1) langsung  diperhitungkan  untuk  melunasi
terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.

  (5)      Pengembalian  kelebihan  pembayaran  Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

  (6)      Jika        pengembalian            kelebihan          pembayaran           Retribusi
dilakukan  setelah  lewat 2  (dua) bulan,  Bupati memberikan
imbalan  bunga  sebesar 2%  (dua  persen) per bulan  atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.

  (7)      Tata  cara  pengembalian  kelebihan  pembayaran  Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Bupati.

BAB  XIV

PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA

Pasal  21

  (1)      Hak       untuk        melakukan          penagihan          Retribusi         menjadi
kedaluwarsa  setelah  melampaui                      waktu  3  (tiga)             tahun
terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib
Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

  (2)      Kedaluwarsa  penagihan  Retribusi sebagaimana  dimaksud
pada    ayat (1) tertangguh jika :
a.   diterbitkan Surat Teguran; atau
b.   ada  pengakuan  utang  Retribusi dari Wajib  Retribusi, baik
langsung maupun tidak langsung.

  (3)      Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak
tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.


12




  (4)      Pengakuan  utang  Retribusi secara  langsung  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat (2)  huruf b  adalah  Wajib  Retribusi
dengan  kesadarannya  menyatakan  masih  mempunyai utang
Retribusi        dan  belum  melunasinya  kepada  Pemerintah
Daerah.

  (5)      Pengakuan           utang        Retribusi          secara         tidak        langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui
dari      pengajuan  permohonan  angsuran  atau  penundaan
pembayaran oleh Wajib Retribusi.

Pasal  22

  (1)      Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak
untuk  melakukan  penagihan  sudah  kedaluwarsa  dapat
dihapuskan.

  (2)      Bupati        menetapkan           Keputusan          Penghapusan           Piutang
Retribusi yang  sudah  kedaluwarsa  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1).


  (3)      Tata  cara  penghapusan  piutang  Retribusi                            yang  sudah
kedaluwarsa diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB  XV

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal  23

  (1)      Bupati dapat memberikan  pengurangan, keringanan  atau
pembebasan retribusi.

  (2)      Pengurangan  dan  keringanan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat      (1)     diberikan  dengan  melihat                  kemampuan  wajib
retribusi.

  (3)      Pembebasan  retribusi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)
diberikan dengan melihat fungsi objek retribusi.

  (4)      Ketentuan  lebih  lanjut mengenai pemberian  pengurangan,
keringanan           atau        pembebasan            retribusi          sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Bupati.

13




BAB  XVI

PEMBETULAN, PENGURANGAN ATAU 
PEMBATALAN KETETAPAN SERTA PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal  24

  (1)      Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan :

a.   pembetulan  SKRD  atau  STRD  yang  dalam  penerbitannya
terdapat kesalahan  tulis, kesalahan  hitung, dan/atau
kekeliruan  dalam  penerapan  peraturan  perundang-
undangan retribusi daerah;

b.   pengurangan  atau  pembatalan  ketetapan  retribusi yang
tidak benar;

c.   pengurangan  atau  penghapusan  sanksi                            administrasi
berupa  bunga  dan  kenaikan  retribusi terutang  dalam  hal
sanksi        tersebut        dikenakan  karena  kekhilafan  Wajib
Retribusi atau bukan kesalahannya.

  (2)      Permohonan  pembetulan, pengurangan  atau  pembatalan
ketetapan  serta  pengurangan  atau  penghapusan  sanksi
administrasi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) harus
disampaikan  secara  tertulis  oleh  Wajib  Retribusi kepada
Bupati paling  lama  30  (tiga  puluh)  hari sejak  tanggal
diterimanya  SKRD  dan  STRD  dengan  memberikan  alasan
yang         jelas         dan         meyakinkan            untuk          mendukung
permohonannya.

  (3)      Paling  lama  30  (tiga  puluh) hari  terhitung  sejak  diterimanya
permohonan  pembetulan, pengurangan, dan  pembatalan
ketetapan  serta  pengurangan  atau  penghapusan  sanksi
administrasi   sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1), Bupati
sudah  harus  memberikan  jawaban  atas  permohonan
tersebut.

  (4)      Jawaban atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dituangkan dalam bentuk Surat Bupati.

BAB XVII

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal  25

  (1)      Satuan        Kerja       Perangkat         Daerah        yang       melaksanakan
pemungutan  pajak  dapat                      diberi       insentif        atas  dasar
pencapaian kinerja tertentu.

  (2)      Insentif sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) ditetapkan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

14




  (3)      Tata  cara  pemberian  dan  pemanfaatan  insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Bupati.

BAB XVIII

PEMANFAATAN MENARA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal  26

(1)   Menara  wajib  dimanfaatkan  secara  tertib  administrasi dan
teknis untuk menjamin kelaikan fungsi menara dengan tanpa
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

(2)   Ketentuan  lebih  lanjut mengenai perizinan  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)  diatur oleh Bupati.

Bagian Kedua
Program Pertanggungan

Pasal  27

  Pengelola  menara  wajib  mengikuti                          program  pertanggungan
(asuransi) terhadap  kemungkinan  kegagalan  menara  selama
pemanfaatan menara.

Bagian Ketiga
Pemeliharaan, Perawatan, dan Pemeriksaan Menara

Pasal  28

  (1)        Pemilik,        penyedia,         dan/atau  pengelola  menara  wajib
melakukan  pemeliharaan,                 perawatan,         dan  pemeriksaan
kelaikan  fungsi bangunan  menara  secara  berkala  setiap
tahun.

  (2)        Hasil       pemeriksaan  kelaikan  fungsi                    bangunan  menara
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) dilaporkan  kepada
Bupati melalui instansi teknis.

  (3)   Tata  cara  pelaporan  kelaikan  fungsi  bangunan  menara
sebagaimana  dimaksud  ayat (2) diatur lebih  lanjut oleh
Bupati.

Pasal  29

  (1)        Kegiatan  pemeliharaan  menara  meliputi                             pembersihan,
pemeriksaan, pengujian, perbaikan  dan/atau  penggantian
bahan  dan/atau  perlengkapan  menara,                            serta  kegiatan
sejenis  lainnya  berdasarkan  pedoman  pengoperasian  dan
pemeliharaan menara.

15




  (2)   Pemeliharaan  menara  dapat dilakukan  oleh  penyedia  jasa
yang memenuhi kualifikasi dan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

  (3)       Pelaksanaan  kegiatan  pemeliharaan  harus  menerapkan
prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja.

Bagian Keempat
Pemanfaatan Menara Bersama

Pasal  30

  (1)   Untuk  efisiensi dan  efektifitas  penataan  ruang, khusus
untuk  menara  telekomunikasi dari tahap  awal rencana
pembangunan  harus  diarahkan  untuk  penggunaan  menara
secara bersama.

  (2)        Ketentuan  penggunaan  bersama  menara  sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk :
a.   menara  yang  digunakan  untuk  keperluan  jaringan
utama; dan/atau
b.   menara  yang  dibangun  pada  daerah-daerah  yang  belum
mendapatkan  layanan  telekomunikasi                       atau  daerah-
daerah yang tidak layak secara ekonomis.

  (3)   Penyedia  menara  atau  pengelola  menara  wajib  memberikan
kesempatan           yang        sama        tanpa        diskriminasi           kepada
penyelenggara  telekomunikasi untuk  menggunakan  menara
secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis menara.

  (4)   Setiap              pembangunan             menara          telekomunikasi             yang
digunakan  sebagai menara  telekomunikasi bersama  berupa
menara         telekomunikasi            yang       dapat        digunakan          oleh
sekurang-kurangnya  3  (tiga) operator telekomunikasi dan
desain         konstruksi           menaranya           harus          mendapatkan
persetujuan dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal  31

  Pemanfaatan  menara  bersama  dilaksanakan  dengan  ketentuan
sebagai berikut :

a.       pemilik,

penyedia,

dan/atau             pengelolan            menara

telekomunikasi harus  memperhatikan  ketentuan  hukum
tentang  larangan  praktek  monopoli dan  persaingan  usaha
tidak sehat;
b.       pemilik, penyedia, atau  pengelola  menara  telekomunikasi
wajib  menginformasikan  ketersediaan  kapasitas  menaranya
kepada calon pengguna menara secara transparan;
c.       beban  maksimal             untuk  menara  bersama  tidak  boleh
melebihi perhitungan struktur menara;








d.      pemilik,

16





penyedia,






dan/atau






pengelola






menara

telekomunikasi harus  menggunakan  sistem  antrian  dengan
mendahulukan  calon  pengguna  menara  yang  sudah  lebih
dahulu  menyampaikan  permintaan  penggunaan  menara
telekomunikasi dengan tetap memperhatikan kelayakan dan
kemampuan teknis bangunan menara telekomunikasi;

e.       pemanfaatan             menara           telekomunikasi

tidak         boleh

menimbulkan  interferensi antar sistem  jaringan  yang  dapat
merugikan pengguna jasa telekomunikasi; dan

f.       pemilik,

penyedia,

dan/atau

pengelola

menara

telekomunikasi wajib  saling  berkoordinasi dalam  hal terjadi
suatu masalah.

Pasal  32

  (1)   Pemilik, penyedia, atau  pengelola  menara  bersama  berhak
memungut biaya  penggunaan  menara  bersama  kepada
operator telekomunikasi yang menggunakan menaranya.

  (2)   Biaya  penggunaan  menara  bersama  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1) disepakati oleh pihak penyedia menara dengan
pihak penyewa dengan harga yang wajar, perhitungan biaya
investasi, operasi, pengembalian  modal dan  keuntungan,
serta        dengan         memperhatikan            prinsip         keadilan         dan
transparansi.

BAB XIX

PERSEBARAN DAN KETENTUAN TEKNIS

Pasal  33


  (1)   Pengaturan

dan          penataan

penempatan

menara

telekomunikasi, serta penetapan zona pembangunan menara
bersama dilakukan dengan memperhatikan:
a.   ketersediaan ruang wilayah; 
b.  kepadatan/populasi pemakai jasa telekomunikasi; 
c.  kaidah penataan ruang wilayah, estetika, keamanan dan
ketertiban lingkungan; dan 
d.  kebutuhan komunikasi pada umumnya.

  (2)   Zona  pembangunan  menara  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB XX

PERIZINAN PEMBANGUNAN MENARA

Pasal  34

  (1)   Pembangunan menara harus didasarkan pada adanya:
a.   rekomendasi peruntukan ruang;


17




b.   izin mendirikan bangunan menara.

  (2)   Permohonan  rekomendasi peruntukan  ruang  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat (1) huruf  a  diajukan  kepada  Bupati
melalui Satuan  Kerja  Perangkat  Daerah  yang  membidangi
tata ruang dengan melampirkan:
a.   titik koordinat; dan
b.   denah lokasi.

  (3)  Rekomendasi peruntukan  ruang  diterbitkan  mendasarkan
pada  pengaturan  dan  penataan  penempatan  menara
telekomunikasi, serta penetapan zona pembangunan menara
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.

  (4)        Permohonan  Izin  Mendirikan  Bangunan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat (1) huruf  b  diatur dalam  Peraturan
Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Pasal  35

  (1)   Pembangunan menara dilaksanakan dengan memperhatikan
ketersediaan  lahan, keamanan  dan  kenyamanan  warga,
serta kesinambungan dan pertumbuhan industri.

  (2)   Menara  dapat didirikan  di atas  permukaan  tanah  maupun
pada bagian bangunan gedung.

  (3)   Dalam hal menara didirikan pada bagian bangunan/gedung,
Penyedia Menara wajib :
a.   mempertimbangkan dan menghitung kemampuan teknis
bangunan;
b.   keselamatan  dan  kenyamanan  pengguna  bangunan
gedung sesuai persyaratan keandalan bangunan gedung;
c.  tidak          melampaui          ketinggian          maksimum          selubung
bangunan gedung yang dizinkan; dan
d.   memenuhi estetika.

Pasal  36

  (1)   Menara disediakan oleh Penyedia menara.

  (2) Penyedia  menara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)
merupakan:
a. penyelenggara telekomunikasi; atau
b. bukan penyelenggara telekomunikasi.

  (3)   Penyediaan  menara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)
pembangunannya              dilaksanakan            oleh        Penyedia         Jasa
Konstruksi.

18




  (4)  Dalam              hal       Penyedia        menara         bukan         penyelenggara
telekomunikasi,           pengelola  menara  atau  penyedia  jasa

konstruksi

yang         membangun            menara          merupakan

perusahaan nasional.


Pasal  37


  Pembangunan  menara  wajib  mengacu  kepada  SNI  dan  standar
baku  tertentu  untuk  menjamin  keselamatan  bangunan  dan
lingkungan           dengan         memperhitungkan              faktor-faktor           yang
menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi menara dengan
mempertimbangkan  persyaratan  struktur bangunan  menara,
antara lain :
a.   tempat/space penempatan perangkat;
b.   ketinggian menara;
c.   struktur menara;
d.   rangka struktur menara;
e.   pondasi menara; dan
f.       kekuatan angin.

Pasal  38

  (1)   Bangunan menara harus dilengkapi dengan : 
a.  sarana pendukung; dan 
b.  identitas yang jelas.

  (2)   Sarana  pendukung  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)
huruf a, antara lain:
a.   pertanahan (grounding);
b.   penangkal petir;
c.   catu daya;
d.     lampu  halangan  penerbangan  (Aviation  Obstruction
Light);
e.     marka  halangan  penerbangan  (Aviation  Obstruction
Marking);
f.   pagar pengaman; dan
g. sarana  lainnya  sesuai dengan  peraturan  perundang-
undangan.

  (3)   Identitas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  huruf b
meliputi :
a.   nama, alamat dan nomor pemilik menara;
b.   nama pengguna menara;
c.   lokasi dan koordinat;
d.   tinggi;
e.   beban maksimum menara;
f.   tahun pembuatan/pemasangan;
g.   kontraktor;
h.   pabrikan;
i.   nomor dan tanggal IMB; dan
j.   kapasitas listrik terpasang.


19




Pasal  39

  (1)   Pendirian menara di kawasan yang peruntukannya memiliki
karakteristik tertentu dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

  (2)   Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain :
a. kawasan  yang  termasuk  zona  kawasan  keselamatan
operasi penerbangan;
b.   kawasan pengawasan militer;
c.   kawasan cagar budaya;
d.   kawasan pariwisata;
e.   kawasan hutan kota;
f.   daerah aliran sungai dan saluran.

  (3)   Menara  yang  didirikan  di atas  gedung  harus  dirancang
sesuai dengan  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  dan  estetika
kota.

BAB XXI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal  40


  (1)   Bupati

berwenang            melakukan             pengawasan             dan

pengendalian  pembangunan  serta  pemanfaatan  menara
telekomunikasi.

  (3)   Ketentuan  lebih  lanjut mengenai tata  cara  pengawasan  dan
pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur oleh Bupati.

BAB  XXII

PENYIDIKAN

Pasal  41

  (1)      Pejabat        Pegawai       Negeri      Sipil  tertentu  di                lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil untuk  melakukan  penyidikan  tindak
pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.

(2)   Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu  di lingkungan  Pemerintah
Daerah  yang  diangkat oleh  pejabat yang  berwenang  sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


20




  (3)      Wewenang  Penyidik  Pegawai                 Negeri  Sipil          sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.   menerima,          mencari,          mengumpulkan,             dan        meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
agar keterangan  atau  laporan  tersebut menjadi lebih
lengkap dan jelas;
b.   meneliti,         mencari,         dan       mengumpulkan            keterangan
mengenai orang  pribadi atau  Badan  tentang  kebenaran
perbuatan  yang  dilakukan  sehubungan  dengan  tindak
pidana;
c.   meminta  keterangan  dan  bahan  bukti dari orang  pribadi
atau Badan sehubungan dengan tindak pidana;
d.   memeriksa  buku, catatan, dan  dokumen  lain  berkenaan
dengan tindak pidana;
e.   melakukan  penggeledahan  untuk  mendapatkan  bahan
bukti pembukuan, pencatatan, dan  dokumen  lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.   meminta  bantuan  tenaga  ahli dalam  rangka  pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana;
g.   menyuruh           berhenti          dan/atau           melarang          seseorang
meninggalkan            ruangan          atau         tempat         pada        saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i.    memanggil orang  untuk  didengar keterangannya  dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.    menghentikan penyidikan; dan/atau
k.   melakukan  tindakan  lain  yang  perlu  untuk  kelancaran
penyidikan  tindak  pidana  sesuai                         dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.

  (4)      Penyidik  Pegawai Negeri Sipil sebagaimana  dimaksud  pada
ayat       (1)     memberitahukan  dimulainya  penyidikan  dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Pejabat Penyidik  Polisi Negara  Republik  Indonesia,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.

BAB  XXIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal  42

  (1)      Wajib  Retribusi yang  tidak  melaksanakan  kewajibannya
sehingga  merugikan  keuangan  Daerah  diancam  pidana
kurungan  paling  lama  3  (tiga) bulan  atau  denda  paling
banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau
kurang dibayar.

21




(2)  Tindak  Pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) adalah
pelanggaran.

BAB  XXIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal  43

  Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai  pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal  44

  Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


  Agar

setiap

orang

mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan  Peraturan  Daerah  ini, dengan  penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kudus.


Ditetapkan di Kudus
pada tanggal

BUPATI KUDUS,





M U S T H O F A

Diundangkan di Kudus
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUDUS,





BADRI HUTOMO


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN            NOMOR     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar